1.
Wakil Rakyat
Di malam hari ini, ditengah kota suwar
suwir yang kecil namun indah berlalulalang sepeda motor dengan berbagai
mereknya, beberapa mobil dengan cutting stickernya, beberapa buah sepeda pancal
dengan keceriaannya dan becak-becak yang berseliweran mewarnai kehidupan kota
kabupaten ini.
Amar berjalan santai sambil melihat
sekitarnya, dijantung kota
suwar suwir ini dia melihat begitu banyak perubahan yang terjadi setelah
ditinggalnya merantau. Banyak warung lesehan yang berjualan ditrotoar alun-alun
membuat wajah kota
ini terkesan kumuh bahkan kalau kita lewat trotoar tersebut terkadang bau tak
sedap menyergap hidung. Hal ini disebabkan karena beberapa “oknum” penjual
warung lesehan membuang sisa-sisa makanannya ke “lubang jalan trotoar”
berhari-hari, berbulan-bulan hingga sisa-sisa makanan tersebut menumpuk dijalan
air bawah trotoar, mengendap menimbulkan bau yang menyengat bahkan bila dimusim
penghujan bisa dipastikan banjir atau genangan air akan melanda disekitar
alun-alun.
Ketika Amar melihat jalan di depan
masjid Jami’ Jember, ia ingat akan perbincangannya dengan salah satu pelayan katering ketika salah satu temannya
mengadakan hajatan.
“Mas, ngomong-ngomong saya merasa jalan
di Jember ini kok tambah ruwet yah?”
“Emang kenapa mas Amar?” balas pelayan
catering.
“Begini mas, sekarang kan
didepan masjid Jami’ dibikin trotoar dan ada pohon kelapa sawit segala padahal
sebelum saya merantau ke Surabaya itu kan jalan raya dimana
segala macam kendaraan bermotor dan kendaraan tradisional berseliweran
melintasi jalan itu. Nah, sekarang dengan digantinya fungsi jalan raya tersebut
menjadi trotoar dan ada pohon kelapa sawit bisakah anda bayangkan atau rasakan
perbedaan manfaat dari perubahan tersebut?”
“Mas Amar, itukan hak seorang Bupati
sebagai kepala daerah. Terserah dia dong mau tata kota gimana,” tandas pelayan katering.
“Saya tahu itu tapi bukankah kepala
daerah dipilih oleh rakyatnya?! Seharusnya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dia
keluarkan haruslah memihak rakyat atau mengutamakan kepentingan orang banyak,
jangan cuma mengutamakan argumentasi pribadi/politiknya aja. Ingatlah, jabatan
itu sebagai amanah rakyat bukanlah sebagai kendaraan
pribadi/golongannya.Apalagi di akhirat nanti semua amal perbuatan manusia akan
dipertanggungjawabkan dan ada balasannya sekecil apapun.
Tahukah anda, dengan ditutupnya jalan
raya depan masjid Jami’ kita membuat pengendara motor ataupun mobil hanya
mempunyai satu jalur aja melewati depan kantor Pos sehingga jalan semakin padat
oleh kendaraan apalagi pada jam-jam kerja dan pada malam minggu... bikin macet,”
jelasku kemudian.
Pelayan catering diam, saya juga diam.
Dalam kediaman tersebut saya kembali teringat oleh janji-janjinya ketika masa
kampanye, janji-janji manis yang membuat pendukungnya terlena dan terbuai oleh
kata-katanya.. janji yang akhirnya hanyalah janji dengan sedikit bukti. Mungkin
ini yang menyebabkan banyak orang memilih golput (golongan putih) dalam
pemilihan, pikir saya.
Wahai sang penguasa..
Ingatlah akan amanah.
Janganlah hanya berbicara..
Buatlah kata menjadi nyata.
Tak terasa terbesit dalam pikiranku,
untaian kata untuk penguasa daerah. Sebagai ungkapan kekecewaan yang tidak
mendapatkan tempat untuk disampaikan karena terganjal oleh birokrasi yang ruwet
bin ribet.
Akhirnya, Amar
berjalan lagi setelah sempat terhenti. Mengenang masa sambil tersenyum,
kenangan ketika sebelum mengadu nasib ke kota Surabaya.. kota Pahlawan
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar